Rabu, 04 November 2015

Kasus-Kasus Pelanggaran Ilmiah beserta Komentarnya


Kasus pelanggaran ilmiah yang pernah dilakukan oleh:

1.      William Summerlin

Summerlin mengganti warna bulu tikus putih dengan cat hitam untuk mencoba penelitian dengan sampel tikus dari kelompok warna hitam dalam upayanya untuk meyakinkan temuannya bahwa ia telah berhasil mencangkok kulit antara strain tikus yang berbeda. Dengan demikian, hasil penelitian diharapkan akan menunjukkan persamaan efek yang ditimbulkan. ( http://ethics.ucsd.edu )

Komentar : Kasus Summerlin yang mengganti warna bulu tikus merupakan pelanggaran dan “pemaksaan”. Disebut pelanggaran karena Summerlin melanggar kode etik penelitian yaitu kejujuran. Peneliti tidak boleh mengarang, memalsukan/ mengelabuhi data/hasil penelitian. Disebut “pemaksaan” artinya data/hasil penelitian “dipaksa” ada dan berhasil, padahal temuan yang sebenarnya tidak berhasil mencangkok kulit antara strain tikus yang berbeda. Sebaiknya dalam publikasinya, Summerlin menyatakan apa adanya bahwa dalam penelitiannya ia tidak menemukan persamaan efek yang dihasilkan.

2.      Robert Slutsky

Slutsky mempublikasikan paper hampir setiap 10 hari sekali selam 2 tahun. Ternyata ada beberapa percobaaan yang sebenarnya tidak pernah dilakukannya. Penyelidikan menemukan bahwa dari 137 publikasi, 77 valid, 48 dipertanyakan, dan 12 penipuan.         ( http://ethics.ucsd.edu )

Komentar : Kasus Slutsky merupakan penipuan publik dan tidak adanya sifat tanggung jawab sosial. Peneliti ketika ingin mempublikasi seharusnya melakukan penelitian yang relevan dan jujur. Peneliti harus bertanggung jawab atas akibat penelitiannya tersebut dan harus memberikan informasi kepada publik mengenai akibat tersebut. Peneliti harus menghindari tindakan yang merugikan masyarakat, dan harus berusaha untuk menghasilkan keuntungan sosial bagi masyarakat.

3.      A.A. Banyu Perwita

Kasus plagiarisme yang menimpa Perwita di harian The Jakarta Post ternyata bukan hal baru. Perwita pernah melakukan hal yang sama 2 tahun lalu pada harian yang sama pula. Dalam artikelnya, “Rising China and the Implication for SE Asia” (The Jakarta Post, 04 Februari 2008), terindikasi jelas bahwa Perwita menjiplak beberapa frase dan kalimat dari setidaknya 2 jurnal ilmiah. ( http://m.kompasiana.com/hireka.eric/prof-banyu-perwita-plagiat-ini-bukan-yang-pertama.54ff6fd5a33311ec4f50fd04 )

Komentar : Kasus Perwita yang terindikasi jelas menjiplak beberapa frase dan kalimat merupakan kasus plagiarisme yang seharusnya tidak perlu dilakukannya hanya demi popularitas. Perwita adalah profesor yang tentunya mempunyai wawasan dan ilmu yang luas termasuk inspirasi untuk menyusun kata menjadi frase dan kalimat yang berbeda dengan siapapun tanpa harus menjiplak. Data/ hasil penelitian tidak dinilai dari pemilihan frase/kalimat yang indah, tetapi salah satunya dari kata-kata dan kalimat-kalimat yang formal dan efektif yang berisi fakta-fakta penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar