Kasus pelanggaran ilmiah yang pernah dilakukan oleh:
1. William
Summerlin
Summerlin mengganti
warna bulu tikus putih dengan cat hitam untuk mencoba penelitian dengan sampel
tikus dari kelompok warna hitam dalam upayanya untuk meyakinkan temuannya bahwa
ia telah berhasil mencangkok kulit antara strain tikus yang berbeda. Dengan
demikian, hasil penelitian diharapkan akan menunjukkan persamaan efek yang
ditimbulkan. ( http://ethics.ucsd.edu
)
Komentar
: Kasus Summerlin yang mengganti warna bulu tikus merupakan pelanggaran dan
“pemaksaan”. Disebut pelanggaran karena Summerlin melanggar kode etik
penelitian yaitu kejujuran. Peneliti tidak boleh mengarang, memalsukan/
mengelabuhi data/hasil penelitian. Disebut “pemaksaan” artinya data/hasil
penelitian “dipaksa” ada dan berhasil, padahal temuan yang sebenarnya tidak
berhasil mencangkok kulit antara strain tikus yang berbeda. Sebaiknya dalam
publikasinya, Summerlin menyatakan apa adanya bahwa dalam penelitiannya ia
tidak menemukan persamaan efek yang dihasilkan.
2. Robert
Slutsky
Slutsky mempublikasikan
paper hampir setiap 10 hari sekali selam 2 tahun. Ternyata ada beberapa
percobaaan yang sebenarnya tidak pernah dilakukannya. Penyelidikan menemukan
bahwa dari 137 publikasi, 77 valid, 48 dipertanyakan, dan 12 penipuan. ( http://ethics.ucsd.edu
)
Komentar
: Kasus Slutsky merupakan penipuan publik dan tidak adanya sifat tanggung jawab
sosial. Peneliti ketika ingin mempublikasi seharusnya melakukan penelitian yang
relevan dan jujur. Peneliti harus bertanggung jawab atas akibat penelitiannya
tersebut dan harus memberikan informasi kepada publik mengenai akibat tersebut.
Peneliti harus menghindari tindakan yang merugikan masyarakat, dan harus berusaha
untuk menghasilkan keuntungan sosial bagi masyarakat.
3. A.A.
Banyu Perwita
Kasus plagiarisme yang menimpa Perwita di harian The Jakarta Post ternyata bukan hal
baru. Perwita pernah melakukan hal yang sama 2 tahun lalu pada harian yang sama
pula. Dalam artikelnya, “Rising China and
the Implication for SE Asia” (The
Jakarta Post, 04 Februari 2008), terindikasi jelas bahwa Perwita menjiplak
beberapa frase dan kalimat dari setidaknya 2 jurnal ilmiah. ( http://m.kompasiana.com/hireka.eric/prof-banyu-perwita-plagiat-ini-bukan-yang-pertama.54ff6fd5a33311ec4f50fd04
)
Komentar
: Kasus Perwita yang terindikasi jelas menjiplak beberapa frase dan kalimat
merupakan kasus plagiarisme yang seharusnya tidak perlu dilakukannya hanya demi
popularitas. Perwita adalah profesor yang tentunya mempunyai wawasan dan ilmu
yang luas termasuk inspirasi untuk menyusun kata menjadi frase dan kalimat yang
berbeda dengan siapapun tanpa harus menjiplak. Data/ hasil penelitian tidak
dinilai dari pemilihan frase/kalimat yang indah, tetapi salah satunya dari
kata-kata dan kalimat-kalimat yang formal dan efektif yang berisi fakta-fakta
penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar